Saturday, April 30, 2011

Ayu Pancasona Penarik Hati (Bag.2)


Malam sudah semakin larut namun perasaanku galau. Wanita yang selama ini menarik hatiku ternyata telah memiliki kekasih. Seakan aku tak percaya dengan apa yang aku ketahui. Sesekali aku menampar pipiku dan mencubit kulit tanganku. Sakit dan tandanya bukan mimpi. Aku beranjak dari tempat tidurku dan kubuka tirai jendela rumah agar udara dingin malam turut serta mendinginkan hatiku yang mulai panas.

Lirih kuucapkan istigfar mencoba meredam rasa pedih yang kurasa. Dengan jendela masih terbuka, kurebahkan diri di kursi dekat jendela. Aku memejamkan mata dan tak kukira aku tertidur pulas setelahnya.

Esok hari. Ibu marah dan menggedor pintu kamarku. Aku yang kaget langsung beranjak dan tak sengaja kakiku beradu dengan kaki meja di sebelahku. Dengan menahan sakit kubuka pintu kamar. Ibu sudah siap di depan pintu dengan wajah murka namun hanya satu kata yang muncul,”Sholat!”

Dengan mata setengah terpejam aku berjalan mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat shubuh. Tak lama aku mandi, makan dan bersiap berangkat kuliah. Lagi – lagi sepeda butut warisan kakek menjadi satu – satunya temanku selama perjalanan. Tak kulihat Ayu di depan rumah, mungkin karena aku sedikit lebih siang dari biasanya. Namun, peduli apa? Aku coba melupakan hal yang telah menyakiti hatiku.

Sore hari saat aku pulang kuliah, aku juga belum melihatnya. Begitu juga di Masjid, dia tak terlihat. Keesokan harinya hal serupa terulang. Aku tak melihatnya, padahal kali ini aku tak bangun kesiangan. Hal itu membuatku semakin penasaran. Sepulang kuliah aku beranikan diri bertanya kepada salah satu pengurus Masjid.

Mas, koq Ayu nggak kelihatan ya mas? Apa dia sakit?” tanyaku.
Oh..Ayu memang sudah dari kemarin tidak mengajar di sini mas.” jawab pengurus Masjid.
Memang kenapa mas?” tanyaku semakin penasaran.
Wah, kalau itu saya kurang tau mas. Coba mas datang saja ke rumahnya.” jawabnya tak tahu. Kemudian aku berpamitan.

Dua hari berselang. Aku putuskan untuk bertamu ke rumahnya. Namun, kudapati rumahnya kosong. Aku coba bertanya ke tetangga sebelah rumahnya.
Bu, permisi. Ayu pergi kemana ya, Bu?” tanyaku.
Ayu kerja mas. Kalo neneknya sedang pergi memijat langganannya.” jawab ibu itu menerangkan.
Kerja dimana ya, Bu?” tanyaku lagi.
Di daerah Kota mas. Tapi saya nggak tahu tepatnya.” jawabnya.
Ya sudah. Terima kasih bu.” kataku seraya pergi berpamitan.

Ini aneh sekali. Kerja apa dia di Kota? Apa jangan – jangan dia sudah dipersunting oleh mas Anto? Pikiranku semakin kacau. Kuputuskan untuk kembali ke Masjid dan bertanya pada ketua kepengurusan Masjid.

Permisi Pak. Assalamualaikum.” kataku datang dengan sopan santun.
Wa’alaikumsalam. Ada apa nak datang kesini?” tanyanya.
Begini pak, saya mau mencari tahu dimana Ayu bekerja. Karena saya ada sedikit keperluan dengannya pak. Mungkin bapak tahu dimana tempat kerjanya yang baru. Bukankah tiap anggota pengurus Masjid tercatat pak?” tanyaku berharap mendapat jawaban yang memuaskan.
Oh ya betul. Memang Ayu bertemu langsung dengan saya dan meminta ijin kepada saya untuk sementara waktu tidak mengajar mengaji disini. Dia sekarang bekerja di daerah Kota, ini alamatnya.” jelasnya seraya menyodorkan secarik kertas.
Terima kasih pak. Mungkin besok saya coba menemuinya disana.” kataku sedikit senang dan kemudian berpamitan kepada bapak itu.

No comments:

Post a Comment

Thanks for your comment.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More